Kunjungan Paus Yohanes Paulus II
Gelora Bung Karno Jakarta, 15 Oktober 1989
Altar yang dipergunakan untuk Perayaan Ekarisiti oleh Paus Yohanes Paulus II, sewaktu kunjungannya di Indonesia
Seni ( Pelayanan) Merangkai Bunga dalam Perayaan Liturgis
Romo A.Susilo Wijoyo, Pr
Pengantar
Liturgi adalah suatu kegiatan rohani-imani yang dilakukan secara bersama, resmi, dan simbolis. Ia bukan sekedar doa yang dilakukan secara bersama-sama, namun lebih merupakan suatu rangkaian ritual yang utuh, punya aturan, dan bermakna khusus. Sebagai suatu rangkaian ritual, liturgi tak terbebas dari unsur-unsur artistik simbolis, ada pula unsur-unsur fungsional semata. Unsur-unsur itu ada yang alami ( api, air, dupa, tanaman ), ada pula yang sengaja diciptakan untuk keperluan liturgis ( busana, peranti, perabot )
Peran kesenian memang tak boleh diabaikan dalam liturgi. Seni diperlukan untuk bisa menyentuhkan misteri yang agung dalam liturgi itu pada hati kita. Seni digunakan untuk memberi wujud atau wajah bagi unsur-unsur simbolis agar dapat membantu pengungkapan misteri yang tak mudah terpahami akal budi itu. Semua unsur itu juga memerlukan peran aktif yang tepat dari para pelaku liturginya agar kehadiran unsur-unsur itu dalam perayaan liturgi sungguh berdaya dan berhasil guna. Hasil olah cipta kesenian dalam liturgi berinteraksi dengan setiap perayaan liturgi, setiap orang yang berpartisipasi didalam perayaan itu.
Salah satu bentuk unsur kesenian itu adalah rangkaian bunga.Yang pertama harus diperhatikan sekarang ini sebaiknya bukan bunga-bunganya, atau rangkaiannya,tapi siapa yang berkepentingan dengan itu. Maka, uraian berikut ini terutama ditujukan bagi para seniman-senawati perangkai bunga, atau siapa pun yang menaruh peduli pada seni tata puspa semacam ini. Kita perlu bertanya dulu tentang bagaimana sebaiknya para perangkai bunga harus bersikap dalam menghadapi tugas mulia berpartisi dalam liturgi, khususnya melalui talenta yang dimilikinya? Kita pun akan mengajak para perangkai bunga untuk lebih memahami peran Seni merangkai bunga itu sendiri dalam perayaan liturgis.
Perangkai Bunga : Seniman dan Pelayanan
Istilah “perangkai bunga” mungkin belum terlalu tepat untuk melukiskan peranan pentingnya dalam liturgi.Istilah ini bisa saja dimengerti sebatas arti teknis-praktis. Asal mampu” Merangkai bunga” entah seberapa besar besar kadar kemampuanya maka bisa disebut sebagai “ perangkai bunga “. Bisa jadi karyanya tak terasa artistik, tak indah, kurang berseni.Seorang perangkai bunga sewajarnya dapat berkembang menjadi artis-floral( flos-florist ( m)= bunga ) atau seniman-seniwati bunga sejati, bukan puas menjadi “tukang merangkai bunga”. Meskipun demikian istilah “ perangkai bunga “tetap kita gunakan saja sekarang namun dalam pengertian yang lebih lengkap dan berdimensi estetis.Seorang “florist”biasanya berjiwa seni juga dia paham tentang bunga dan rumpun-rumpunnya, sekaligus tahu menggunakan mereka sebagai unsur utama karya cipta seni- floral-nya
Apakah setiap karya perangkai bunga ataupun floral – meskipun mencapai taraf keindahan tertingi dalam ukuran artistiknya – pasti cocok untuk suatu perayaan liturgis? Belum tentu. Maka , sebaiknya tidak setiap perangkai bunga atau artis-floral bisa dengan begitu saja menceburkan diri dalam liturgi .seperti hal tentara yang hendak maju perang ,mereka sebelumnya dilatih dan diberi tahu bagaimana situasi medan tempurnya.Perangkai bunga yang biasa berkarya untuk kebutuhan profan pun seharusnya juga terlebih dulu mau mengenal medan karyanya yang berbeda ,yakni yang bersifat spiritual dan suci dalam liturgy.Perangkai bunga untuk liturgi sebaiknya juga mau mendalami liturgy itu sendiri ,medan nyata bagi karyanya.
Meskipun bertindak sebagai pelaku utama dalam bentuk kesenian ini, perangkai bunga sebaiknya menghayati tugas dan peranannya sebagai pelayan.Dia bukan pemilik dan penguasa liturgi, yang bisa dengan sesuka hati memanfaatkan liturgi bagi kebutuh pribadi. Artinya, dia harus lebih mengutamakan kepentingan liturgi dari pada kepentingan sendiri. Segala kemampuannya diabdikan bagi kemuliaan Tuhan yang kita temui dalam perayaan liturgi. karya seni ciptaannya diarahkan untuk membantu jemaat atau setiap peraya agar dapat merasakan kehadiran Tuhan sebagai alat agar sesamanya dapat diantar untuk lebih dekat dan mencintai Tuhannya.
Spritualitas pelayanan liturgis juga berlaku bagi perangkai bunga, juga bagi setiap seniman yang mangabdikan diri bagi liturgi. Semua yang terlibat dalam liturgi hendaknya menghayati tugasnya sebagai pihak yang melayani liturgi ( munus ministeriale ) Paus Yohanes Paulus II pernah menulis untuk para artis, seniman-seniwati.
“ Panggilan khas seniman-seniwati secara perorangan menetapkan bidang yang mereka layani, sekaligus menunjukan tugas-tugas yang harus mereka emban; karya berat yang harus mereka tanggung dan tanggung jawab yang harus mereka terima. Seniman – seniwati yang menyadari semua itu mengerti juga, bahwa mereka harus bersusah payah tanpa membiarkan diri didorong oleh usaha meraih kemuliaan yang hampa dan keserakahan akan popularitas yang murahan, apalagi oleh perhitungan suatu keuntungan yang munkin bagi diri mereka sendiri . oleh karena itu ada suatu etika, bahkan suatu spritualitas”Pelayanan Artistik, yang dengan caranya menyampaikan sumbangan kepada pembaruan hidup dan pembaruan rakyat.( 4 April 1999, Letter of His Holiness Pope Johm Paul II to Artist, 4 )
Surat Paus ini terarah pula bagi para perangkai bunga yang diharapkan mau sungguh menghayati bidang karya khusus, tanpa digemuruhi oleh hasrat akan pemuliaan diri atau kesenangan pribadi semata. Maka, masih perlukah perangkai bunga selalu mengharapkan pujian atau sapaan khusus dari imam atau orang lain terhadap karyanya? Pujian memang menyenangkan hati dan merupakan dambaan yang amat manusiawi. Pujian juga kritikan patut diterima sebagai anugerah dan disyukuri. Tapi , kalau tidak ada, tak perlu mengurangi dedikasi bagi pemuliaan Tuhan.
Bunga Dalam Tata Ruang Litrugis
Ruang liturgis pada dasarnya adalah tempat untuk terselenggaranya perayaan liturgis. Beberapa unsur utama harus dipenuhi sehingga tempat itu menjadi pantas utuk perayaan liturgi yang bersifat kudus. Penataan ruang liturgis dapat diperkaya pula dengan berbagai unsur dekoratif. Lalu, dimana sebaiknya bunga-bunga itu ditempatkan dalam suatu ruang liturgis.
Gedung Gereja adalah ruang liturgis, ruang permanen yang jelas peruntukannya.Namun, tempat lain pula dapat dibuat sebagai tempat ruang liturgis untuk sementara waktu. Memang, berliturgi tidak harus didalam gedung gereja, rumah ibadat, tapi juga bisa dirumah keluarga, lapangan, atau tempat lain yang pantas dan memenuhi syarat yang dituntut norma liturgi. Kita akan melihat pada dua jenis ruang liturgis itu, yang tetap ( gereja)dan sementara ( non gereja )
Gedung gereja dibagi menjadi dua bagiaan, bagian untuk imam dan para petugas pelayan seputar altar ( panti imam atau ruang altar ) dan bagian untuk umat yang berpartisipasi. Rangkaian bunga dan unsur dekoratif lainya dapat ditata dikedua bagian itu. Lazimnya hanya bagian dalam gereja yang dihiasi, meskipun dimungkinkan juga menghiasi bagian luar gereja.Yang sering kita lihat biasanya ruang imamlah yang lebih diberi perhatian, bukan hanya ruang imamlah yang dihiasi. Jika dekorator memiliki konsep utuh dalam menghiasi gedung gereja ( baik interior maupun eksteriornya ), sebaiknya tidak hanya memikirkan dekorasi untuk panti imam.
Unsur-unsur perabot utama dalam gereja, khususnya untuk perayaan Ekaristi, adalah altar, ambo/mimbar,kursi imam. Unsur lain lain yang berkaitan misalnya tabernakel meja kredes, kursi pelayan altar, tempat lilin, salib, dsb.unsur-unsur itu ditata sesuai dengan norma liturgi. Rangkaian bunga dapat dibuat untuk ditempatkan di sekitar unsur-unsur itu. Prinsipnya, rangkaian bunga dan unsurnya dekoratif lainya jangan sampai mengaburkan keberatan dan makna unsur-unsur itu, apalagi unsur yang mengandung nilai simbolis penting seperti altar, ambo, Kursi imam dan tabernakel. Misalnya, bunga yang berjibun menghias altar, entah yang diletakan pada altar atau yang di depan altar, bisa melenyapkan penampilan altar sebagai meja perjamuan, yang sesungguhnya menjadi tempat utama bagi roti dan anggur, bahkan fungsi altar melambangkan diri Yesus sendiri. Dengan sungguh memahami makna dan fungsi altar maka perangkai bunga tidak akan bersikap ceroboh dengan asal merangkai atau menempatkan karyanya disekitar altar.
Aturan-aturan untuk gedung gereja diatas berlaku juga untuk ruang liturgis non gereja. Ruang liturgis non-gereja dapat berupa tempat yang lebih kecil ( rumah keluarga, Aula ) atau lebih besar ( lapangan, taman ) dari pada gedung gereja. Maka pertimbangan-pertimbangan artistic dan fungsional tentunya harus diambil jika bungaakan dihadirkan sebagai unsur dekoratif untuk tata ruang liturgisnya, mengingat keterbatasan yang ada, atau kekurangan yang dimiliki tempat-tempat non-gereja itu. Perlu diingat pula bahwa dalam dan menghias kedua jenis tempat liturgis itu jangan sampai unsur-unsur dekoratifnya justru menggangu kelancaran perayaan liturgis atau membelokan fokus yang semestinya tearah pada misteri yang sedang dirayakan.
Beberapa Butir Penuntun
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mempersiapkan dekorasi untuk tata ruang liturgis. Hal mendasar yang harus dipahami adalah pengenalan akan umat. Seniman, decorator,perangkai bunga hendaknya berusaha menerjemahkan “ siapa dirinya”dan dalam karyanya. Sebagai anggota Gereja setempat,ia merupakan reprensetasi diri umat. Karyanya adalah citra diri umatnya. Maka, idealnya ia cukup mengenal dulu karakter, keadaan dan harapan umat, yang ia sendiri adalah salah satu bagiannya.kemudian, beberapa butir petunjuk berikut ini dapat dicoba diikuti.Kami sajikan kini sebagai penuntun umum, dimana perangkai bunga menjadi bagian dari petugas dekorasi.
a. Pemahaman tentang makna dan norma liturgis dari setiap perayaan .
Seluruh paparan diatas mungkin belum begitu mudah untuk dijadikan pedoman praktis.Bagi yang merasa terilhami silahkan mencoba menerapkannya.Tulisan ini kiranya masih perlu disempurnakan, terutama dengan lebih menimba pengalaman –pengalaman nyata dari para perangkai bunga yang sudah malang melintang mengabdikan diri dalam dunia perbungaan dan liturgis.Semoga para artis-floral menghayati peran pelayanan seperti bunga-bunga yang senantiasa cerita memandang sang penciptanya.
Warna-warna Liturgi
Yang dimaksud warna liturgi adalah warna kasula yang dipakai room/ imam pada saat mempersembahkan misa, yang disesuaikan dengan masa liturgi atau ujud misa.
Gereja mengenal 5 halaman liturgi, tetapi sekarang yang masih dipakai hanya 4 warna
Setelah Minggu Palma kita memasuki Lingkaran Tri Hari Suci dimana pada hari-hari tersebut yang dipakai adalah warna putih. Selain itu, Warna putih juga dipakai pada pesta.:
Tata Cara Merangkai Bunga Altar :
Menghias Gereja, menata bunga Altar maupun mendekor ruagan untuk perayaan Ekaristi atau ibadat sabda dirumah mempunyai kiat-kiat tertentu.
Selain warna liturgi dan Masa liturginya, harus pula diperhatikan keserasiaannya secara menyeluruh . Menghias altar dan panti imam sebaiknya jangan mengganggu lalu lintas atau kelancaran berlangsungnya Perayaan Ekaristi.
Tata ruang gereja menjadi lebih indah atau serasi bila disertai tata hias bungadan warna-warna liturgi yang harmonis.
Seseorang yang menyediakan waktunya untuk datang dan merangkai bunga di gereja, diharapkan mempunyai niat dan motivasi untuk memuliakan Tuhan, Juga sifat kekeluargaan yang sangat menunjang eratnya kerja sama, tanpa ada motifasi lain atau ambisi pribadi.
Sebelum berkarya, kita berdoa dan lebih baik lagi kalau kita berdoa dalam hati pada saat ambisi pribadi.
Untuk bentuk rangkaian dapat dipilh antara lain :
- Gaya Eropa : Lebih banyak bunga
- Gaya Jepang : Agak sedikit bunga
- Gaya Tradisional : Kombinasi dengan melati atau janur
Apakah Fungsi rangkaian bunga di gereja maupun dirumah dalam kaitannya dengan perayaan liturgi ?
Sudah tentu untuk memperindah rumah Tuhan atau ruang ibadat di lingkungan atau tempat-tempat lain, sehingga umat yang beribadat merasa nyaman, serasi dan sejuk dalam mengikuti misa atau upacara liturgi lainny.semua itu membantu umat untuk berdoa dan menyelami keindahan dan keagungan Tuhan yang hadir ditengah UmatNya.
Hal-hal utama yang harus diperhatikan dalam menghiasi gereja maupun ruang ibadat ada beberapa yaitu:
Maka sebaiknya diperhatikan untuk Hari-hari Raya / Besar, rangkaian boleh agak meriah dan warna disesuaikan seperti yang telah diuraikan sebelumnya.pada Hari-Hari minggu biasa, sewaktu pastur memakai kasula hijau,rangkaian sederhana saja, warna bunga boleh netral dan terikat.
Untuk masa-masa Prapaskah dan advent, dimana gereja dalam masa pertobatan dengan warna ungu sebaiknya tidak ada bunga di altar.Altar akan dihiasi dengan dedaunan saja, karena bunga adalah tanda kemeriahan,sedangkan hijaunya daun merupakan harapan akan hal yang akan datang, Paaskah,atau Natal.
Kamis Putih,bunga yang dipakai biasanya berwarna putih untuk menunjang suasana hari raya tersebut.Setelah upacara kamis putih, semua rangkaian dipindahkan ke tarbernakel dimana Sakramen Mahakudus ditahtakan.
Jum’at Agung, tidak ada hiasan sama sekali. Altar kosong, meskipun Pastur memakai kasula merah (Lambang Pengurbanan) setelah upacara penghormatan salib altar diberi taplak merah untuk upacara (Sambut ) komuni.
Sabtu Paskah, dan Paskah, bunga berwarna putih dan kuning menggambarkan kemuliaan / keagungan ilahi.Setelah Paskah ada Hari Raya kenaikan Yesus kesurga, Tri Tunggal Maha Kudus, Tubuh dan Darah Kristus, bunga biasanya dipilih warna putih dan kuning.
Pentakosta, adalah Hari Raya Roh Kudus lambang cinta kasih Tuhan kepada umatNya.Roh kudus dilambangkan sebagai lidah api.Bunga Sebaiknya berwarna merah.setelah Pentakosta hari raya yang besar adalah Natal.Natal dihiasi dengan bunga merah meriah dan hijau.